Kamis, 26 Juli 2012

Laju Penduduk Kota Depok Semakin Pesat





Sebagai bagian dari entitas Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi-Puncak-Cianjur (Jabodetabekpunjur), Kota Depok harus menjalin kerjasama yang baik dengan daerah berbatasan. Hal ini dimaksudkan agar masing-masing daerah lebih memiliki keterkaitan. Demikian diungkapkan Direktur Pembinaan Penataan Ruang Daerah Wilayah II Kementerian PU Bahal Edison Naiborhu dalam Rapat Koordinasi dengan tim Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional di Jakarta (4/1).

Walikota Depok Nur Mahmudi Ismail saat memaparkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Depok menjelaskan bahwa secara administratif Kota Depok memiliki luasan 20.029 hektar. Jika dianalogikan, kira-kira 1/3 dari luas DKI Jakarta. Selain itu laju perkembangan penduduk Kota Depok sangat cepat. Saat ditetapkan sebagai sebuah kota pada tahun 1999, jumlah penduduk Depok saat itu berjumlah sekitar 900.000 jiwa. Dua belas tahun kemudian, populasi Kota Depok berkembang menjadi sekitar 1,7 juta jiwa. “perkembangan jumlah penduduk ini diperkirakan mencapai 581 jiwa per hari,” imbuhnya.

Adanya perkembangan penduduk yang pesat di Kota Depok, bila tidak diantisipasi khawatirnya akan menjadi kacau seperti yang dialami Jakarta. Pesatnya perkembangan penduduk ini sebagian besar karena pekerja dari Jakarta yang mencari tempat tinggal di Depok. Terlebih juga didukung oleh harga tanah di Kota Depok yang relatif lebih rendah daripada Jakarta.

Faktor lainnya adalah dominannya sektor perdagangan dan industri pengolahan di Depok. Saat ini di wilayah tersebut terkenal dengan komoditas ikan hias dan belimbing dewa-nya yang banyak diekspor sedangkan pabrik pengolahan yang ada di Depok antara lain TOA, Marjan, pengolahan belimbing dan sebagainya. Namun, jika dilihat dari trend perkembangan beberapa tahun terakhir, sektor perdagangan barang dan jasa memiliki pertumbuhan 30 persen, jauh melebihi industri pengolahan yang menempati posisi ke-dua (12 persen-red). Sehingga rencana tata ruang Kota Depok dirancang untuk mengakomodir dan mengendalikan perkembangan kegiatan perdagangan barang dan jasa, papar Nur Mahmudi.

Pusat pertumbuhan Depok saat ini terkonsentrasi di wilayah Margonda dan Cinere. Perkembangan ini harus segera dikendalikan dengan membangun pusat perkembangan baru atau counter magnet di wilayah barat dan selatan. Dan wilayah ini harus memiliki infrastruktur yang baik. Namun, untuk lahan yang tersedia untuk jalan baru sekitar 4% padahal kebutuhan saat ini mencapai 8%. Karena itu, sistem angkutan umum harus direncanakan dan dilaksanakan dengan baik. “Direncanakan nantinya ada pengintegrasian busway dengan DKI Jakarta,” ujarnya.

Kepala Bappeda Propinsi DKI Jakarta Sarwo Handayani mengungkapkan, transportasi umum harus segera ditangani oleh pemerintah kota, jangan seperti Jakarta yang sudah terlanjur dikuasai Jakarta. Yani juga mengingatkan tentang rencana pembangunan Mass Rapid Transit (MRT) di Jakarta sehingga Kota Depok juga bisa mengantisipasi dengan membuat jalur kereta yang terintegrasi dengan rencana MRT. “Namun, penyelesaian MRT diperkirakan memakan waktu yang cukup lama kurang lebih dua puluh tahun lagi,” tegasnya.

Di akhir kegiatan, Edison mengatakan bahwa berdasarkan masukan dari tim BKPRN dan daerah berbatasan, Raperda RTRW Kota Depok masih memiliki beberapa kekurangan. Karenanya proses perbaikan segera dilakukan untuk mendapatkan persetujuan substansi dari Menteri PU. Harapannya Raperda ini dapat segera disahkan menjadi Peraturan Daerah (Perda), karena Kota Depok sendirilah yang membutuhkan Perda ini sebagai acuan pembangunan di daerahnya,” tandas Edison.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar